suasana pp. Almu'min ketika takbiran sangat ramai sekali karena di malam itu semua santri derkumpul di Aula untuk bergegas mengumandangkan takbir yang kian membara.
sampai-sampai alat untuk merayakannya tak butuh biaya yg mahal krn di sekitar kita banyak seperti halnya; ember, galon, piring, dan alat2 lainnya,,
pondok peantren AL-MUKMIN Sragen ini; adalah pondok untuk mencari ilmu islami, dengan suasananya sejuk & indah, di situlah saya mendapat ilmu yang bermacam-macam, mulai dari sholawat, rebana dan masih banyak lainnya, '' Dengan pengasuh Romo kyai H.j Achmad Dahlan dan Ibu Nyai Nur Maziddah''. dan pokoknya Asyik Mondok Di situ... ;)
Rabu, 16 Oktober 2013
Senin, 17 Juni 2013
Selasa, 28 Mei 2013
logo al-mukmin sragen
Al-Mukmin Sragen adalah pondok pesantren islami dengan suasana sejuk & nyaman.
tidak hanya suasananya saja pondok ini juga tidak susah di jangkau, pondok ini sangat strategis, dan tidak jauh dari sekolah2,
alamat pon-pes AL-MU'MIN ini teletak di Jl. Cimanuk No. 47 Sragen atau di belakang MTsN Sragen.
tidak hanya suasananya saja pondok ini juga tidak susah di jangkau, pondok ini sangat strategis, dan tidak jauh dari sekolah2,
alamat pon-pes AL-MU'MIN ini teletak di Jl. Cimanuk No. 47 Sragen atau di belakang MTsN Sragen.
Jumat, 17 Mei 2013
Kain Ka'bah Tuan Presiden
Mekah -
Sepotong kain bisa berubah menjadi azimat. Dulu, imajinasi kanak-kanak
saya mempercayai hal itu. Ketika menonton seorang jawara di pasar malam
yang sama sekali tak terluka setelah menyabetkan parang berulang-ulang
ke tubuhnya sendiri, anak-anak bersorak.
Mereka begitu percaya pada
kabar yang ditiupkan: ilmu kebal sang jawara didapat dari jimat yang
tersimpan di ikat pinggangnya. Apa itu? Kain Ka'bah.
Saya tak tahu entah diapakan sobekan kiswah atau kain Ka'bah itu
sehingga tubuh pemakainya tak pernah berdarah.
Seseorang menyebutkan
kain itu dicelupkan ke air putih sebelum air ini ditenggak sang jagoan.
Entah sudah berapa puluh kali »air sakti” itu diminum sehingga kain
tersebut tampak putih kusam. Tak terpikir dalam benak kanak-kanak bahwa
mustahil selubung Ka'bah tersebut berwarna putih, kecuali selebritas
pasar malam tersebut hidup di zaman Nabi Muhammad yang memang memilih
kain putih dari Yaman untuk menutup Ka'bah.
Bagaimana mungkin ia bisa menyobek kiswah yang sebenarnya tebal itu?
Kiswah juga tampak begitu kuat dengan cincin-cincin yang mengunci di
kaki-kaki bangunan Ka'bah yang bertinggi 14 meter itu.
Di sekeliling
Ka'bah, polisi dengan mata nyalang juga mengawasi dengan ketat setiap
anggota jemaah yang berbuat ganjil. Setiap bidah yang bisa menggiring
kepada kemusyrikan tak mendapat tempat di Tanah Suci.
Tapi, apa yang mustahil di tangan anak-anak? Semua tampak hidup di
alam pikiran anak-anak. Dalam alam pikiran para bocah ini, rebusan kain
ini tak cuma punya tuah ilmu kebal, tapi juga bisa menyembuhkan
rupa-rupa penyakit. Pendek kata, kain ini tergolong jimat sapu jagat.
Semua bisa, meski tak pernah terbuktikan.
Imajinasi kanak-kanak yang mengundang senyum inilah yang muncul
kembali dalam ingatan ketika saya mengunjungi pabrik pembuatan kiswah di
kawasan Ajyad di Mekah, Arab Saudi, pertengahan April lalu.
Kunjungan
ini dilakukan setelah 22 orang pengajar universitas dan pesantren dari
berbagai daerah yang diundang Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia
melaksanakan ibadah umrah pada pertengahan April lalu.
Saya jelas punya kesempatan lebih besar dibanding jawara pasar malam
itu untuk mendapatkan potongan kiswah. Tak cuma melihat, saya bisa
memegangnya langsung, nyaris tanpa pengawasan. Saya juga dengan mudah
bisa mengambil gulungan benang sutra, bahan pembuatan kiswah, dari
puluhan mesin pemintal yang berbaris rapi di pabrik yang telah berdiri
selama 30 tahun itu. Saya bisa merasakan kelembutannya, bahkan mencium
aroma pintalannya. Saat itu, kesempatan menggenggam ”ilmu kebal”
benar-benar berada di depan mata.
Tapi saya justru lebih terpesona menyaksikan gerakan puluhan seniman
yang menyulam secara manual kain tersebut ketimbang tenggelam dalam
mitos masa kecil. Ada 285 karyawan, dari yang bertugas menenun, memberi
warna hitam, emas, dan perak, lalu membuat kaligrafi, merajut kain
dasar, kemudian memprogram kalimat-kalimat tauhid di komputer sebelum
ditorehkan ke permukaan kain, hingga tugas para penyulam itu. Mereka
tampak khusyuk menikmati setiap jalinan benang yang ditisikkan ke dalam
kain hitam.
»Mereka bekerja penuh konsentrasi, tak boleh salah,” kata Ali bin
Suud, juru bicara pabrik kiswah yang berada di bawah Jawatan Wakaf
Kerajaan Arab Saudi itu. Saya melihat tak jauh dari Ali, seorang
karyawan yang terbatuk-batuk dan menghentikan pekerjaannya. Segera
terpikir, ia yang sehari-hari menyentuh kain yang dalam bayangan masa
kecil seharusnya ”menyembuhkan” itu ternyata terserang flu. Ah,
berantakan sudah imajinasi yang telah bertahan bertahun-tahun.
Di pabrik dengan luas 10 hektare itu, 85 penyulam bekerja
menyelesaikan dua kiswah setiap tahun. Satu kiswah dipasang di bangunan
yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia itu. Tingginya 14 meter dan
memiliki lebar 7,5 meter pada tiap sisinya. Jadwal pemasangan kiswah
itu selalu tetap: tiap tanggal 9 Zulhijah, ketika jemaah haji berangkat
ke Arafah untuk memulai rangkaian ibadah haji. Kiswah satu lagi? ”Jadi
cadangan, digunakan jika kain yang pertama cacat atau robek ketika
dipasang.”
Puluhan seniman itu menyulam selama 8,5 bulan. Mereka mengerjakannya
dalam 47 potong kain. Sebagian mengerjakan potongan kain yang bertulisan
kalimat syahadat, sebagian lagi menyulam surat Ali Imran ayat 96,
Al-Baqarah ayat 144, surat Al-Fatihah, dan surat Al-Ikhlas. Ada pula
yang merajut asma-asma Allah yang dimuliakan. ”Pengerjaannya per bagian,
lalu dijahit menjelang dipasang di Ka'bah,” kata Ali.
Seluruh proses itu membutuhkan 999 gulung benang sutra yang jika
dibentangkan panjangnya lebih dari satu kilometer per benang. Berat
benang sutra tersebut mencapai sekitar 670 kilogram. Ini belum termasuk
bordir yang berisi 15 kilogram benang emas. Lantaran menggunakan bahan
baku yang sangat berharga seperti sutra, emas murni, maupun perak, harga
produksi kiswah pun sangat mahal, sekitar Rp 50 miliar!
Dari mana sutra-sutra mahal itu didapat? ”Sutra diimpor dari Italia,
mesin pemintalnya dari Swiss,” kata Ali. Sutra terbaik Italia berpusat
di Provinsi Firenze, sebuah daerah yang sering disebut sebagai ”ibu kota
Eropa untuk komoditas sutra dan wol”. Firenze, yang berpusat di
Florence, tak seperti kota Roma yang menyerap semua unsur-unsur Romawi
kuno maupun modern. Firenze menolak semua pengaruh non-Renaissance.
Firenze pernah menjadi ibu kota Italia di abad ke-19.
Jika kini pemerintah Saudi lebih memilih Italia sebagai ”kiblat”
sutra buat kain Ka'bah, penguasa tanah Hijaz (Arab Saudi) zaman dulu
ternyata memilih kain dari Yaman, Irak, atau Mesir. Ka'bah pertama kali
»berpakaian” pada 2.500 tahun silam, ketika suku Jurhm dari Yaman
menguasai tanah Hijaz. Raja Tuba dari Hymir, Yaman, memasang kiswah
berwarna merah yang didatangkan dari negeri itu.
Pada zaman leluhur Muhammad, pemasangan kiswah menjadi tanggung jawab
masyarakat Arab dari suku Quraisy. Keluarga Abdul Muthalib, kakek nabi
yang mendapat amanat menjaga Ka'bah, menyelubungi Ka'bah dengan kain
putih dari Yaman. Pemasangan kain itu bertujuan melindungi dinding
Ka'bah dari kotoran, debu, serta panas. Kiswah juga berfungsi sebagai
hiasan.
Ketika Mekah diambil oleh kaum muslimin, mereka memutuskan untuk
menanggalkan kiswah. Tapi kebakaran besar di sekitar Ka'bah membuat Nabi
kembali memerintahkan agar Ka'bah dibungkus dengan kain putih dari
Yaman. Khalifah Abu Bakar, Umar, dan Utsman mengikuti tradisi menyarungi
Ka'bah dengan memilih kain Koptik berwarna putih dari Mesir.
Situs
Emel.com menulis, kain halus ini dihasilkan oleh keturunan Kristen dari
masyarakat Mesir kuno. Saat itu komunitas Kristen Koptik memang dikenal
sebagai perajin kain dengan cita rasa seni yang tinggi.
Berikutnya, seiring bergantinya khalifah, Ka'bah pernah bersalin baju
dengan rupa-rupa warna: merah, kuning, hijau, dan hitam. Jadwal
pemasangannya pun pernah di bulan Muharam dan Ramadan. Namun, sejak
Khalifah al-Mamun dari Dinasti Abbasiyah berkuasa, warna kiswah
ditetapkan tak berubah dari waktu ke waktu: hitam. Lalu, pada 1340,
tradisi pembuatan bordir diperkenalkan oleh penguasa Mesir.
al-mu'min sragen
Disinilah saya mendapatkan ilmu pondok al-mukmin sragen adalah
pondok islam yang bernuansa sejuk indah dan nyaman, karena tempatnya yg
strategis, pondok ini mnjadi sasaran utama dalam melayani masyarakat,
dengan acara acara Manaqib, Dzikir, Aqiqahan, pernikahan dan juga
sholawat, serta masih banyak lagi, masyarakat tentunya puas dengan adanya pondok ini,,,
Kamis, 16 Mei 2013
Senin, 13 Mei 2013
Senin, 29 April 2013
Sabtu, 27 April 2013
Jumat, 26 April 2013
"Ziarah Wali Songo"
PENGUMUMAN
Assalamu'alaikum Wr.Wb
buat
mas2/mbak2 alumni atau biasa disebut iksal.pondok al mu'min mau ngadain
kegiatan ziarah...tujuannya ke jateng dan jatim.biayanya 250 rb makan 5
x brangkatnya tanggal 10 mei 2013.bagi yang mau ikut bisa langsung
kepondok atau hubungi pengurus: 085 728 770 956
sekian
sekian
wassalamu'alaikum
pengumuman
Assalamu'alaikum Wr.Wb
buat mas2 Alumni / yang mau ikut ziarah,
Pon-Pes AL-MUKMIN mau mengadakan Ziarah ke wali songo,
tujuannya JawaTengah & Jawa Barat. Biayanya 250.000 makan 5 x.
dan berangkat tgl:10 mei 2013,
dan bagi yang mau ikut bisa langsung daftar di Pon-Pes Al-mukmin atu juga bisa menghubungi No. kami :085 728 770 956
Sekian dan Terimakasih
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Kamis, 25 April 2013
Kamis, 11 April 2013
Rabu, 03 April 2013
Mengenang Alm KH Asrori Ustman Al Ishaqi
Posted by TUMINI 2kang JAMOE on 04.28
“Janganlah
engkau katakan orang-orang beriman itu mati….” Aku masih mencium aroma
melati terhampar di masjid itu ketika mendadak aku menatap foto
kembang melati yang bertaburan di atas tanah merah yang masih sedikit
basah. Lalu hati mendadak sunyi. Rasanya baru seminggu aku menghirup
cahaya barakah itu – namun belum sempat aku menggenggamnya sepenuh
hati, cahaya itu telah kembali kepada Sang Cahaya. Belum sempat kami
berkhidmah sepenuh hati, belum sempat kami mewujudkan harapan, belum
sempat kami berjuang untuk menyiarkan pesan-pesan ruhani, cahaya itu
telah dibawa kembali tempat yang jauh lebih baik. Hati kami tak bisa
lagi tenang manakala hati-hati yang bercahaya satu-per-satu dipanggil
kembali. Ya Allah, kami masih membutuhkan banyak orang yang hatinya
hidup dan berdenyut mengingat asma-Mu di setiap tarikan nafas, sebab
tanpa mereka yang hatinya senantiasa mengingat-Mu, dunia ini akan
kembali gelap dan punah – “tak akan kiamat dunia selama masih ada yang
menyebut asma Allah di dunia ini.” Yang tersisa bagi kami hanyalah kenangan-kenangan yang menentramkan hati. Namun Engkau Maha Penyayang, karena bahkan hanya dengan kenangan itu kami masih bisa mengambil pelajaran. Sungguh benar firman-Mu, bahwa sesungguhnya orang-orang beriman itu tidaklah mati. Jejak-jejaknya masih menebarkan pelajaran bagi siapa saja yang mau membuka dada untuk menyerap ilmu-Mu. Ruh-ruh para pembawa cahaya, para wali Allah, tidaklah berhenti menghantarkan cahaya kepada siapa saja yang mau dan berusaha menempuh jalan yang telah disampaikan oleh-Mu melalui penghulu segala makhluk, al-Musthofa, Kanjeng Rasulullaah SAW. Kini izinkan kami, Ya Allah, berbagi pelajaran dari perikehidupan salah seorang sahabat-Mu, Kyai Asrori al-Utsmani, yang telah kau panggil kembali beberapa waktu yang lampau.
Kyai Asrori al-Ishaqi, generasi ke-38 dalam garis keturunan Rasulullaah Muhammad SAW, telah lama mengemban amanah mengayomi dan mempersatukan umat Islam melalui Tarekat yang dianutnya, Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah al-Utsmaniyyah – yang dinisbahkan kepada Kyai Utsman al-Ishaqi r.a. Nama al-Ishaqi dinisbahkan kepada Maulana Ishaq, ayahanda Sunan Giri. Jadi dalam garis keturunannya yang mulia ini, Syekh Asrori masih keturunan Sunan Giri.: Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso – Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo – Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri – Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir – Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.
Sebagaimana lazimnya putra kyai besar, Kyai Asrori sejak muda rajin menimba ilmu pengetahuan, mengembara dari satu pondok pesantren ke pondok pesantren lainnya. Namun konon masa beliau mondok selalu sebentar. Kabarnya beliau pernah nyantri di Darul Ulum, Rejoso, Jombang, namun hanya setahun. Demikian pula saat nyantri di Pondok Pare Kediri dan Pondok Bendo.
Yang menarik, ketika mondok di Pondok Rejoso Jombang, Kiai Asrori tak aktif mengikuti ngaji. Namun itu tak membuat risau KH Mustain Ramli, pimpinan Pondok Rejoso. “Biarkan saja, anak macan kan akhirnya jadi macan juga,” kata Kiai Mustain Ramli. Karena kepintarannya yang luar biasa, terutama di bidang ilmu agama, di kalangan kiai dan santri pondok, Kiai Asrori dinilai memiliki ilmu laduni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Dia memperoleh ilmu itu tanpa melalui proses belajar-mengajar yang wajar sebagaimana dijalani santri pondok pada umumnya.
Selama menimba ilmu di Pondok Rejoso itu, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum Al-Din karya Imam Al Ghazali dengan sangat baik. “Kalau saya bukan bapaknya, saya mau kok ngaji kepadanya,” demikian ujar KH Utsman Al-Ishaqi.
Saat masih muda kabarnya Kiai Asrori badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.
Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.
Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.
Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.
Hingga kini, murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.
Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.
Sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.
Untuk membina jama’ah yang telah melakukan baiat, khususnya di wilayah Jawa Tengah, bahkan Kiai Rori telah menggunakan media elektronik yaitu Radio Siaran untuk penyebaran dakwahnya, sehingga murid muridnya tidak lagi akan merasa kehilangan kendali. Ada lima radio di Jawa Tengah yang dimilikinya setiap pagi, siang dan malam selalu memutar ulang dakwahnya Kiai Rori, yakni Radio Rasika FM dan “W” FM berada di Semarang, Radio Citra FM di Kendal, Radio Amarta FM di Pekalongan dan Radio Suara Tegal berada di Slawi.
Dalam setiap memberikan siraman rohani, Kiai Rori menggunakan rujukan Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi Al Bantani, Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah dan lain lain. Selain pengajian yang lebih banyak mengupas soal tasawuf, Kiai Rori juga sering menyisipkan masalah fiqih sebagai materi penunjang. Seorang ulama asal Ploso Kediri Jawa Timur, KH. Nurul Huda pernah bertutur, sulit mencari ulama yang cara penyampaiannya sangat mudah dipahami oleh semua kalangan dan do’anya sanggup menggetarkan hati seperti Kiai Asrori. Hal senada diakui oleh KH. Abdul Ghofur seorang ulama asal Pekalongan. Dengan kata lain, banyak orang mengakui bahwa Kyai Asrori tergolong ulama yang langka dalam hal kapasitas keilmuan dan spiritualnya.
Di kemudian hari, makin banyaknya murid mengundang kekhawatiran beliau karena menyulitkan pemantauan. Beberapa murid senior mengusulkan dibentuknya semacam wadah untuk “menyatukan” jamaah. Maka pada Desember 2005 diresmikanlah “Jama’ah al-Khidmah” yang tujuan dasarnya adalah untuk pembinaan jamaah agar lebih tertib dan terarah.
Hingga akhir hayatnya, TQN al-Utsmaniyyah telah berkembang pesat hampir di seluruh pulau Jawa, dan bahkan hingga ke manca negara. Beliau telah mewariskan teladan ruhani yang sudah selayaknya kita ikuti, sesuai dengan kemampuan kita. Kini ulama yang langka itu telah kembali ke Sang Kekasih, namun bukan berarti hubungan ruhani dengan jamaahnya telah terputus. Ruh-ruh para Wali Allah akan selalu hadir bersama orang-rang yang senantiasa berkhidmat kepada mereka, yang selalu mengikuti jejak ruhani mereka sesuai dengan yang digariskan oleh Kanjeng Rasulullaah SAW.
Seperti Wali Allah lainnya, beliau telah menjadi semacam “Jalan,” bukan lagi pejalan. Beliau menjadi “wadah” yang dilalui oleh “sesuatu,” bukan lagi pejalan yang menuruti kemauannya sendiri. Beliau barangkali salah satu contoh dari sedikit orang yang mampu merealisasikan hadits qudsi yang menyatakan “Allah telah menjadi penglihatannya yang dengannya ia melihat, pendengarannya yang dengannya ia mendengar, tangannya yang dengannya ia memegang dan kakinya yang dengannya ia melangkah…” Beliau memang tak lagi bersama kita secara fisik, namun ingatlah nasihat Maulana Rumi ini:
“Jangan bersedih, wali Allah tak kan hilang dari dirimu, sebab semesta telah sirna dalam dirinya” … Dunia memang berada dalam genggamannya, namun tak pernah menguasai hatinya, sebab hatinya telah menjadi tahta Tuhannya. Hanya mereka yang mampu berzikir dalam setiap detak jantungnyalah yang dianugerahi martabat yang mulia ini…
Ila hadlarati as-Syekh Kyai Asrori al-Utsmani.. al-Fatihah.
Langganan:
Postingan (Atom)